FOKUS: MAHASISWA CARI TEMPAT SHOLAT

RINAI hujan mengguyur UPI membuat civitas akademika enggan bergerak siang itu. Suara adzan sayup timbul tenggelam sebab tertutup derasnya hujan, membuat dua sahabat, Ibam dan Baim yang baru saja mengerjakan tugas di perpustakaan berpikir ulang.

”Kita ke ITC aja yuk!”
”Mau huhujanan? Gak bawa payung nih. Di FIP aja atuh!” timpal Baim.
“Emang ada?”
“Yey, berapa tahun di UPI bung! Ya, ada lah...”
”Ya udah, hayu!”

Lekaslah mereka bergegas ke FIP, meski rintik masih juga menetes deras. Sesudah berwudhu di lantai 1, mereka segera ke lantai 2.

”Wah, musholanya jauh juga ya dari WC”
”Tapi gak nyampe 5 menit juga...”
”Mana?” Tanya Ibam.
”Itu yang itu!” Tunjuk Baim. Eh, tidak sengaja saat menunjuk, ada akang-akang berbaju biru menengok dikira sedang manggil.
”Ada apa?” ucapnya.
”Gak kang” muka Baim memerah. ”Itu mau ke mushola...” Baim pun cengengesan.
”Oh” ujar akang biru.

Saat mendekat ke mushola, Ibam dan Baim harus bersabar. Para putri sedang bergantian shalat. Hufh... kalau begini Ibam dan Baim harus menunggu.
*
Cerita di atas bisa jadi merupakan situasi yang sering dialami mahasiswa FIP khususnya, saat kaum adam ingin melaksanakan sholat, harus menunggu karena kaum hawa memenuhi ruang tersebut. Tapi pernah ada yang dengan tiis-nya sholat, padahal di sebelahnya perempuan sedang sholat. Wallahu ’alam sholatnya khusyuk atau tidak. Pastinya rasa risih ada.

Bisa jadi dengan begitu, ada sebagian yang berpikir jadi malas sholat karena musholanya kecil. Tapi bukan berarti mencari-cari alasan. Karena memang mushola-nya kecil jadi tidak sholat. Sebenarnya sholat bisa selain di ITC (Islamic Tutorial Center), kalau di lingkungan FIP bisa juga ke UPI Net, di perpus juga ada di lantai 1. Selain itu di WB paling bawah jalan yang mau ke jurusan, di situ ada ruang security, yang mau ke pasca lama. Masih banyak jalan menuju roma, masih ada alternatif lain kalau memang malas menunggu. Apalagi kalau bisa ke Al Furqan, hitungan pahala bisa lebih banyak karena dihitung langkah kaki menuju masjidnya itu.

Saya jadi teringat perkataan Ustadz kala berceramah pada masyarakat di desa,
”Bapak-bapak, kalau sapi makhluk ciptaan Allah bukan?”
”Iya”jawab Bapak-bapak serempak.
”Kalau sapi beribadah pada Allah tidak? Seperti sholat, shaum, dsb?”
”Tidak”
”Berarti kalau tidak sholat?”
”....”

Ringan saja sebenarnya, tapi efeknya, bapak-bapak itu mulai mengubah pola perilakunya menjadi mau sholat. Setiap orang untuk sesuatu yang dicintainya apapun akan diusahakan yang terbaik. Kalau begitu, untuk sholat yang sehari 5 kali saja kok susah? Ungkapan rasa syukur atas semua yang diberikan lho!? Tidak makan waktu banyak juga kan? Dari 24 jam yang Allah sediakan untuk kita, masa tidak bisa dipakai untuk beribadah pada Allah?

Sholat pun menjadi ukuran pertama keimanan sesorang, bila sholatnya baik. Insya Allah amalan-amalan lain akan mengikuti. Bukan sekadar hapal bacaan takbir sampai tahiyat, tapi juga diamalkan dalam perbuatan, misal: amanah, jujur, dsb. Sholat pun bisa mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Kalau sudah benar sholatnya, insya Allah tidak akan korupsi, mencontek, mencuri, dsb. [QS. Al Ankabut: 45]

Mengaku sebagai umat islam, maka wajib pula menjalankan perintah-Nya. Toh sebenarnya amalan-amalan seperti sholat, shaum, zakat, dsb manfaatnya untuk kita sendiri. Seperti halnya jasmani, diri ini pun membutuhkan siraman rohani, keseimbangan (tawazun) keduanya, akan membuat kehidupan kita semakin ’hidup’, jauh dari penyakit hati dan selalu berusaha menjadi yang lebih baik.

Malu atuh dengan mu’allaf, lompatan mereka dalam mempelajari islam begitu hebat (baca: semangat berislam-nya tinggi). Masa kita yang sejak lahir islam, malas mencari ilmu agama? Bagaimana kalau ada teman yang tanya tentang islam, tapi kita tidak tahu apa-apa. Berabe kan?

Saya cukup terkesan dengan Thufail Al Ghifari yang dulunya bernama Richard Stephen Gosal. Ibu dan Bapaknya asli pendeta. Kehidupan kesehariannya terbiasa dengan bergabung di komunitas Underground dan di usia remajanya, membaca habis pemikiran Karl Marx, dsb.

Tapi kehidupannya berubah setelah melihat orang islam di suatu mesjid sedang sholat. Ia melihat islam indah sekali. Mau yang muda, tua, pejabat ataukah tukang becak, semua melepas sepatu menanggalkan segala atribut dunianya, belum saat sholat semua sama, sejajar, tidak membeda-bedakan.

Konsekuensi atas pilihannya setelah masuk islam, seperti diusir dari rumah, ijazah tidak boleh diambil, kehilangan kehangatan mama, gereja mama nyaris ditutup karena anaknya masuk islam, tetap membuatnya beraqidah dalam islam.

Bagaimana sekarang? Sekarang ia masih underground, hanya saja syairnya berubah, mendukung perjuangan palestina, mengkritik band-band, band berlabel nasyid, pemerintah, israel, kerapkali ia lakukan dalam lagu-lagunya.

Dimanapun dan bagaimana pun keadaannya, sholat pun jangan ditinggalkan. Bahkan segenting apapun. Di Palestina saja, dalam keadaan perang, mereka tetap sholat. Di alam terbuka, di balik semak-semak, saat teman mereka sholat, yang lainnya berjaga di belakang mereka kalau-kalau diserang musuh. Subhanallah....

Buka mata hati kita untuk mendengar kebenaran. So, mengapa harus sholat? Karena kita butuh Allah, bukan Allah butuh kita. Sholat merupakan bagian doa-doa kita. Jangan sampai kita ingat Allah dan berdoa pada-Nya hanya di kala susah. Naudzubillah, karena orang-orang yang tidak mau berdoa, dikategorikan hamba yang sombong.

Yang paling penting, mulai mengajak teman kalau sudah waktu sholat. Itu juga sudah ladang pahala lho. So, what are u waiting for? See u in heaven. [Sri Al]

Bandung, 22 Februari 2009
*Inilah tulisan saya di edisi ke-2 inqilab, buletin rohis di Tekpend.... Harapan saya mudah-mudahan usianya bisa panjang. Maksudnya adik-adik di tekpend bisa melanjutkan perjuangan kami. ^-^
Teman se-tim yaitu Tetty-Mira-Ijang-Dally terimakasih atas semuanya.
Good job lah, hehe. Semangat!

No comments