Bahasa dalam Sastra, Elemen Penting dalam Menulis


Sejak kecil paling senang dengan pelajaran Bahasa Indonesia. Terlebih setelah tulisan dimuat di koran PR dulu, saya semakin senang dengan pelajaran Bahasa Indonesia. Nilai Bahasa Indonesia juga terbilang sangat tinggi, dibanding pelajaran IPS lainnya.

Seringkali pelajaran tata bahasa SPOK dulu membuat pusing. Hal yang menyenangkan dalam pelajaran Bahasa Indonesia adalah bisa meramu kata dengan cantik, terlebih untuk karya sastra.

Berikut ini adalah rangkuman dari Materi Menakar Bahasa dalam Sastra, Perbincangan Seputar Tata Bahasa dan Sastra oleh Jejen Jaleani, dosen Bahasa Indonesia di ITB.

Bahasa menempati posisi yang sangat sentral di dalam kehidupan manusia. Akan tetapi lebih jauh dari itu. Bahasa membentuk kehidupan dan peradaban manusia. Ia membentuk pola pikir, makna, struktur, cerita, dan banyak hal di dalam kehidupan manusia. 

Anda bisa membayangkan bagaimana jadinya jika manusia hidup tanpa bahasa. Mungkin kita hidup laiknya hewan yang tidak mampu mengabstaksikan dunia di sekitarnya.

Pendidikan bahasa kita
Banyak di antara kita yang alergi ketika mendengar frasa "tata bahasa". Tentu saja hal itu sangat bisa dimengerti dan dimaklumi. Hal ini mungkin karena pola pengajaran bahasa di negeri kita selama ini yang (sangat) monoton. Pengajaran bahasa di negeri ini umumnya mengajarkan bahasa secara normatif dan tidak kreatif. Siswa atau mahasiswa umumnya diberikan sehamparan aturan-aturan yang entah untuk apa penggunaannya di dalam kehidupan sehari-hari.
Pengajaran bahasa tidak ditekankan pada penggunaan bahasa secara kreatif. Kalaupun ada pengajaran bahasa dalam proses kreatif, seperti mengarang, ada banyak hal yang lalu diabaikan oleh para guru. Siswa biasanya disuruh mengarang, tetapi dengan pola yang sama dan kaku. Misalnya, siswa diminta mengarang dengan tema tertentu seperti "Liburan di rumah nenek". Pertanyaannya, apakah semua anak memiliki nenek? Bagaimana kalau anak itu tinggal serumah dengan nenek? Pelajaran mengarang (dan berkreativitas) dikebiri sedemikian rupa sehingga ia menjadi sempit dan dangkal.
Pembakuan bahasa 
Pembakuan bahasa penting karena ia bisa menjadi tolok ukur dan standar penggunaan bahasa di masyarakat. Penggunaan bahasa baku dapat membantu kita menyampaikan pesan dan pesan itu dipahami secara tepat oleh pembaca.

Bahasa yang baik dengan benar
Bahasa yang baik artinya bahasa yang efektif dalam menyampaikan suatu maksud. Bahasa yang baik tidak selalu harus baku. Keefektifan komunikasi lebih banyak ditentukan oleh keserasian bahasa itu dengan situasinya (Waktu, tempat, dan orang yang diajak bicara). Bisa saja bahasa yang baik itu tidak benar kaidah-kaidahnya.

Dengan demikian, bahasa yang benar dengan baik itu adalah bahasa yang sesuai dengan kaidah dan sesuai dengan situasi.

Problematika Bahasa Indonesia 
Indonesia terdiri atas suku bangsa yang jumlahnya sangat banyak memiliki ratusan bahkan ribuan bahasa daerah. Fakta bahwa sebagian masyarakat besar kita adalah masyarakat dengan budaya lisan. Sebagian masyarakat kita masih hidup dalam tradisi lisan yang sangat kental. Hal ini dapat dilihat dari minimnya orang yang memiliki minat membaca dan menulis. Hal ini dapat dilihat dari minimnya judul dan oplah buku yang diterbitkan tiap tahun. Pada akhirnya, teknologi sudah sedemikian rupa maju, sementara pola pikir mereka masih lisan.

Bahasa dalam Sastra
Karya sastra sebagai karya kreatif tentu saja membuka peluang bagi kita untuk berinovasi dan bekreasi dalam ruang yang lebih bebas dan luas. Sastra memberikan peluang kepada kita untuk bermain di wilayah-wilayah abu-abu atau perbatasan. 
Kita dapat bermain melawan struktur bahasa yang biasa kita gunakan di dalam jenis tulisan lain nonsastra. Ketika kita membaca sebuah novel, cerpen, drama, bahkan puisi sekalipun, tentu di dalamnya ada persoalan tata bahasa. Akan tetapi, karena sastra merupakan tindak bahasa kreatif, penggunaan tata bahasa di dalam karya sastra tidak sekaku di dalam karya ilmiah atau karya lain nonfiksi.
Cerpen yang baik, misalnya, tentu ia harus memiliki keterbacaan yang sangat tinggi. Dalam sudut pandang bahasa, ia harus terdiri dari atas kalimat-kalimat lengkap yang memiliki makna utuh yang dapat dicerna pembaca, memiliki kohesi dan koherensi antarkalimat dan antarparagraf. Memiliki koherensi artinya memiliki makna yang berkelanjutan dan runut antarkalimat dan paragraf-paragrafnya. Di dalam cerpen bergenre surealis pun hal-hal ini harus tetap terpenuhi. Misalnya karya-karya Danarto (Di dalam kumpulan cerpen Godlob, Adam Makrifat) sekalipun. Karya tersebut memiliki keterbacaan yang tinggi karena memenuhi ketentuan bahasa yang baik.

Penyair di dalam menulis puisi memang memiliki licentia poetica atau hak untuk melanggar tata bahasa. Akan tetapi, hal ini bukan berarti bahwa para penyair tidak memahami tata bahasa. Para penyair menggunakan hak licentia poetica karena mereka memahami betul tata bahasa dan penggunaan bahasa yang baik seperti apa.


Pada akhirnya, bahasa merupakan elemen penting di dalam menulis. Demikian juga dengan tata bahasa karena ia merupakan fondasi yang nantinya kita akan membangun dunia atau "rumah bahasa" di atasnya. Kita tidak dapat melepaskan diri dari tata bahasa karena ia akan selalu menjadi pijakan kita di dalam membangun makna yang utuh. Ketidaktahuan (atau kepedulian) kita terhadap tata bahasa bukan tidak mungkin bukannya membuat kita menciptakan karya yang baik, malah ia menjerumuskan kita pada dunia gelap yang tidak terbaca!

#odop23
#bloggermuslimah

4 comments

  1. Yoi
    Belajar Bahasa Indonesia sesngguhnya asyik. Jadi enhgak asyik sebab salah kaprah cara mengajarkannya😀

    ReplyDelete
  2. Pelajaran bahasa Indonesia jadi kurang asyik sebab salah cara mengajarkannya

    ReplyDelete
  3. Pelajaran bahasa Indonesia jadi kurang asyik sebab salah cara mengajarkannya

    ReplyDelete
  4. Masya Allah keren tulisannya kak.. ^^
    Aisyah suka sekali mendengar pengucapan bahasa baku, sayangnya jarang diaplikasihkan dalam pembicaraan sehari-hari ya..

    ReplyDelete