Adab Berhutang dalam Islam

adab berhutang dalam islam

Saat hari Ahad lalu (18/03) menyimak acara Khalifah di Trans 7 membuat saya sangat tertarik untuk menyimaknya. Ustadz Budi Ashari menyampaikan 2 cerita besar yakni Zubair bin Awwam dan Rasulullah yang pernah berhutang dan ditagih oleh orang Yahudi. Berikut penjelasan selengkapnya.

Zubair bin Awwam meninggal dalam keadaan berhutang. Zubair bin Awwam masih bersaudara dengan istri Rasulullah saw., yakni Siti Khadijah. Zubair bin Awwam juga termasuk golongan pertama yang masuk Islam, yakni 1 dari 7 orang pertama yang masuk Islam.

Zubair bin Awwam sebenarnya adalah orang kaya yang memanfaatkan hartanya untuk berdakwah di jalan Allah Swt.

Sesama meninggal dunia, Zubair bin Awwam meninggalkan hutang sebesar 2.200.000 tapi tidak disebutkan dalam dinar atau dirham. Akan tetapi bisa dibayangkan jika dihitung dalam dirham, maka hutangnya ratusan milyar rupiah dan jika dihitung dengan dinar maka hutangnya mencapai triliunan rupiah.

Tentu saja kita bertanya-tanya, mengapa sahabat Rasul yang paham mengerti namun berhutang? Maka jangan terburu-buru menyimpulkan, karena akan dibahas menyeluruh sbb.

Zubair bin Awwam merupakan pedagang besar, dan memiliki sifat amanah. Biasanya Zubair juga selalu dijadikan tempat untuk menyimpan uang, istilahnya tempat simpan pinjam, karena orang-orang merasa tenang dan aman menitipkan pada orang yang jujur seperti Zubair.

Namun Zubair merasa keberatan jika uang hanya dititipkan saja, maka uang yang banyak tersebut akan menumpuk. Namun tidak bisa dikelola, karena uang yang dititipkan tidak bisa dikembangkan namun harus "dijaga" dan jangan mengelola harta tersebut.

"Aku tidak mau hanya sekadar menitip, karena aku akan mengembangkan uang tersebut."

Maka, Zubair sejak awal akad dari awalnya adalah berubah menjadi "hutang". Yang akan Zubair bayarkan pada hari H.

Ketika status uang yang ada pada Zubair itu berubah, maka statusnya kan menjadi miliknya, "Jikapun memutar uang, itu sudah boleh" karena sejak awal memang akadnya adalah hutang.

Hal yang tidak dilupa Zubair adalah Zubair mencatat hutang-hutangnya sampai tak bersisa.


Zubair memiliki kekayaan 'aset' yang melimpah yakni memiliki:
1. Al Ghobah, tanah dengan harga yang mahal
2. Ia memiliki 12 rumah di kota Madinah, kemudian 2 rumah di Basrah, 1 rumah di Kufah, dan 1 rumah di Mesir.

Zubair pun meninggalkan aset untuk membayar hutang.

Pada saat akan meninggal dunia, Zubair bin Awwam pun mewasiatkan pada Abdullah untuk membayarkan hutang-hutangnya. Catatan Zubair pun diberikan kepada Abdullah.

Yang menjadi berdecak kagum adalah selain Abdullah telah memegang catatan hutang Ayahnya, namun ia juga tetap mengumumkan kepada siapa saja yang pernah dihutangi oleh Zubair untuk datang kepadanya.

Kemudian Abdullah bin Jafar, keponakan Abu Thalib datang kepada Abdullah. Abdullah bin Jafar menjawab, "Mau aku relakan saja hutang-hutang Ayahmu, sehingga tidak usah bayar?"
Anak Zubair menjawab, "tidak"
Lalu Abdullah bin Jafar menawarkan lagi, "Jika saya menyarankan agar dibayarkan dulu kepada orang lain, baru saya, bagaimana?"
Anak Zubair mengatakan, "Tidak".
Lalu Anak Zubair pun membayarkan hutang ayahnya dengan berupa tanah kepada Abdullah bin Jafar.

Setelah 4 tahun, hutang-hutang Zubair LUNAS dibayarkan oleh anaknya. Bahkan ada sisa harta untuk cucu-cucu Zubair wasiat dari Kakek, dan dijalankan wasiat tersebut oleh anaknya.

"Jika masih tersisa hartaku, sisakan 1/3 nya untuk anak-anakmu (cucu Zubair) laki-laki dapat harta warisan Kakek.

Kesimpulannya yakni berhutang boleh, namun harus amanah untuk mengembalikan. Jika muncul niat dari awal untuk tidak membayar maka itu pencuri namanya.

Lepaskan diri dari hutang.
Meninggalkan hutang yakni dengan
1. Tinggalkan aset ahli waris agar dapat membayar hutang
2. Catat rapi hutang-hutang kita agar tak ada yang terlewatkan.

Pernah Umar bin Khattab marah kepada Yahudi. Saat itu orang Yahudi mendatangi Nabi Muhammad saw. untuk menagih hutang kepada Rasul. "Bayar hutangmu.."

Seketika Umar merasa marah dan ingin membunuhnya. Nabi saw. kemudian melerainya, "Lepaskan lepaskan. Bukankah janjiku besok?" ujar Nabi Muhammad saw.

"Adakah yang punya uang, bayarkan hutang padanya, dan tambahi karena Umar sudah menakut-nakuti orang tersebut."

Ternyata orang Yahudi tersebut sedang menguji Nabi Muhammad saw. Padahal memang benar Rasul berjanji membayarkan hutangnya itu esoknya. Orang Yahudi tersebut mengetes bagaimana respon Nabi Muhammad saw. ketika diperlakukan seperti itu. Dan jelaslah, Nabi Muhammad saw. memiliki sifat yang mulia, yakni sifat Al Hill saat dijahati, tapi Rasul membalas dengan kebaikan."

Rasulullah saw. memenuhi janji bahkan pada orang kafir sekalipun.

Cara menagih hutang, yakni Menagih hutang dengan baik.

Jangan sampai mengulur-ngulur waktu membayar hutang.

Jangan sampai menyulitkan saat menghadap-Nya karena masih terikat dengan hutang. Apalagi membebani anak-anak di dunia dan akhirat.

Rasulullah saw. tidak mau menyalati mereka yang punya hutang sampai ditanggung hutangnya. Nabi saw. baru mau menyalatkan orang yang telah hutangnya telah dibayarkan. Sampai Abu Qatadah telah membayarkan hutang, kemudian bertemu dengan Rasulullah saw. dan mengatakan, "Hutangnya sudah saya bayar."

"Sekarang telah dingin kulitnya," kata Nabi saw.

Gara-gara hutang menjadi panas kulitnya. Karena di dalam hutang ada janji melunasinya.

Nabi saw. selalu berdoa agar terlilit hutang dan juga agar terlindung dari yang mempunyai hutang.

"Orang yang mampu membayar hutang tapi ia mengulur-ngulurnya adalah sebuah kedzaliman."

No comments