Tafakur: Fase Kegelisahan, Al Quran & Tanggung Jawab Mendidik Anak


Tadabur, tafakur 


Mungkin sering kita berfikir, ketika kita sudah belajar Islam yang baik, namun merasa belum bermanfaat untuk masyarakat, ada perasaan minder dari diri kita. Kenapa ini, kenapa itu. Atau mungkin banyak hal yang kita renungkan. 

Kita sendiri pernah tahu bahwa ada sebuah hadits yang menyatakan bahwa tema merenung lebih baik. Karena tafakur kita, kita mengaitkan segala sesuatu dengan iman. 

Bukan berpikir ini tujuannya. Namun saya mulai belajarnya dari mana. Jadi tidak sibuk membandingkan. 

Ustadz Dhika mengatakan bahwa Agama itu kehidupan. Orang yang shaleh, ia cenderung akan  didengar dan memberikan solusi. 

Dan jangan sampai ketika kita sebagai penghafal Quran, tapi akhlaknya tidak mencerminkan perilaku penghafal Quran, bahkan hanya sebagai profesi?

Tujuan lembaga Sekolah hari ini terkadang kita disibukkan dengan hasil, bukan proses. Dengan menjanjikan dengan sekolah disini misal anak akan lulus ke PTN favorit dan luar negeri. 

Tahukah kita bahwa Rasulullah bersentuhan dengan Kitab Al Quran menjadi terbaik. Kota Madinah yang notabene bersentuhan dengan nilai-nilai Al Quran pun menjadi mulia. Begitupun dengan Malaikat Jibril yang diberi amanah karena bersentuhan dengan Al Quran, ia menjadi malaikat terbaik. Suku terbaik pun diraih oleh Suku Quraisy karena bersentuhan dengan Al Quran.

Untuk saat ini jangan kita disibukkan dengan perdebatan atau hafalan, tapi dengan berfikir/ tafakur. Sering orang tua santri saat ini sering menghibur dirinya sendiri. 

Fase Kegelisahan 

ketika gelisah, melihat ciptaan-Nya buat hati adem

memandang pemandangan indah

Jika kita tidak mengenal tujuan dalam hidup, maka kita akan hilang arah. Analoginya saja begini, ketika kita ke terminal Caheum tapi tidak punya tujuan. Maka kita naik mobil tapi tidak akan sampai-sampai ke tempat tujuan. Kita berada dalam fase kegelisahan. 

Terdapat kisah Harun ar Rasyid keluasan kekhalifahan atau kekuasaannya luas sekali.

Beliau pernah meminta nasihat kepada ahli ilmu, dan Harun Ar Rasyid berkata, "Beri aku nasehat."

Ahli ilmu itu mengatakan, "Kalau kau haus dan tidak dapat membasahi kerongkongan dengan air, berapa kamu mau membayar ketika minum air?"

"Saya akan membayar dengan setengah kekuasaanku." ujar Harun Ar Rasyid.

Pertanyaan kembali diajukan bagaimana jika engkau akan mengeluarkan segelas yang kamu minum. "Berapa harga yang kamu akan bayar?" 

Harun Ar Rasyid pun tidak tanggung-tanggung, ia mau mengeluarkan harta sisa semua yang ia punya sebelumnya untuk bisa mengeluarkan apa yang telah ia minum. Sehingga hartanya habis tak bersisa akhirnya.

Maka pelajaran disini dari ahli ilmu yakni, "Hartamu ini tidak sebanding dengan segelas air yang kamu minum."

Dan jika dianalogikan dengan zaman sekarang bahwa harta, mobil, tidak ada sebanding dengan pendidikan anak Ayah Bunda di rumah. Maka tema menikah merupakan menyiapkan generasi umat Muhammad. 

Generasi umat Muhammad yakni istri kita merupakan ladang yang suami pilih untuk mendidik anak-anaknya kelak. 

Ustadz Dhika pun mengatakan bahwa, "Quran di tengah orang gelisah, dia akan memberikan efek yang luar biasa." 

Tanpa punya kegelisahan, maka mudah pula ia keluar dari lembaga itu. 

Fakta di masyarakat sekarang, terkadang ustadz-ustadz kita sibuk mendidik anak, tapi lupa kalau mereka tuh Ayah. Mereka adalah suami.

QS At tahrim Penjagaan diri dan keluarga.

Kita satukan orang yang gelisah dan tidak mau jadi apa. 

Menyadari tanggung jawab mendidik 

1. Memperhatikan kualitas agama keluarga. 

Kualitas ibu mendidik anak "Ibu pulanglah sebelum semua terlambat". 

"Ayah luangkanlah sebelum semua hilang arah".

2. Menjaga keluarga dari jilatan api neraka 

Anak baru bangun tidur, kita berikan tema berkualitas. Tidak berkualitasnya orang tua ketemu anak kemungkinan kita dipanggil Allah sangat besar. 

Anak-anak berpotensi jadi anak yatim. Maka berikan memori bersama kita agar ada bagi mereka. 

Kita bekerja menyibukkan mencari harta, kita meninggalkan harta-harta berharga di rumah kita. 

Yang membekas bagi anak malah khadimat. Kita nyari apa? 

Waktu rezeki 

Nahnu narzukuk 

Kami lah yang memberi rezeki kepadamu. 

3. Harapan dan Amanah Mendidik 

Imran ingin anaknya mengabdi/takmir Masjid tapi lahir seorang perempuan yang diberi nama Maryam. Tapi tak mengapa, tetap dijadikan anak yang shalihah dan mengabdi. 

4. Menjaga fitrah 

menemani tumbuh kembang anak

Harta keimanan anak yang penting. 

Kita memiliki sepeda ratusan ribu atau punya visi.

Kita punya anak karena ada visi besar atau hanya status?

Jika istri atau suami mencari kebahagiaan di luar rumah, berarti belum ada Surga di rumah kita. 

Mengapa kita harus menjadikan anak kita anak yang shalih? agar anak melanjutkan kebaikan orang tua. Kami orang tua gak pernah pelit sama kamu. Begitupun ketika kita sudah besar, kita jangan pelit sama mereka. 

Seperti ada orang tua menambah shalat dengan maksud agar Allah menjaga anak kita. 

Ketika anak belajar mungkin kita sering berfikir kenapa dulu saya gak masuk pesantren? Kenapa dulu gak diajarin agama? Maka kita harus punya keampuan memaafkan dan melupakan. 

Mungkin terkadang kita berfikir ternyata orang tua kita dulu ada salah disini dalam mendidik. Maka level tertingginya adalah memaafkan dan melupakan kesalahan mereka. []

No comments