Tips Mendidik Keluarga Sehat Mental

kesehatan mental

Terkadang kita berpikir bahwa ketika anak tercukupi sandang, pangan dan papan-nya itu sudah cukup. Namun ternyata saat ini anak-anak tidak hanya butuh itu, tetapi juga butuh dididik secara mental. Bukan terbiasa mendapatkan apa yang mereka inginkan, tetapi anak-anak juga dapat diberi simulasi atau pengertian jika suatu saat berada dalam zona tidak nyaman, maka mereka bisa fight (bertahan) dan memiliki mental yang kuat. 

Permasalahan kesehatan mental yang terjadi akhir-akhir ini pun menimpa bahkan remaja kita misalnya seperti kasus diputusin pacar. 

Sekilas hal itu adalah wajar dan bukan masalah yang 'besar'. Tapi bagi remaja yang bersangkutan adapula yang stress dan sampai naudzubillah bunuh diri. Berarti ada yang salah saat penyelesaian masalah tersebut. 

Ada yang hilang dari remaja tersebut dan membuat kelabakan orang tua tentu. 

Sebagai orang tua, tentu perasaan sedih dan timbul pertanyaan, “Sudah sedekat apa perhatian kita dengan anak?”

Minimal menjadi teman curhatnya dan tempat berbagi penyelesaian atau solusi. 

Masalah lain yang terjadi misalnya broken home karena orang tua divorce atau orang tua bangkrut dan membuat anak terkena mentalnya.

Dari Tirto.id, Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) melakukan survei mengenai kesehatan jiwa masyarakat, melalui swaperiksa yang dilakukan secara daring.

Hasilnya, dari 1.522 responden, sebanyak 64,3 persen masyarakat mengalami cemas dan depresi Akibat adanya pandemi COVID-19, sedangkan trauma psikologis dialami 80 persen dari semua responden yang melakukan swaperiksa.

Permasalahan yang pelik saat ini gelombang PHK dimana-mana, bagi yang merasa drop karena PHK, bisa terserang mentalnya. 

Orang tua sebagai garda terdepan menjadi faktor penting yang dapat membuat keluarga sehat secara mental dan fisik. Dan untuk mendidik keluarga agar sehat secara mental tentu dapat dinahkodai oleh seorang Ayah yang mampu menjadi orang pertama yang merangkul, membimbing dan selalu hadir untuk istri dan anak. 

Jika dari keluarga yang sudah aware mendidik anak secara mental, kita bisa mengetahui solusi atau pemecahannya sehingga tidak stress. 

Melatih Mental Anak dengan simulasi pemecahan masalah dan Berorganisasi 

Ada banyak cara agar mental anak pun terlatih, seperti diberikan pertanyaan tentang suatu kasus, dan pilihan apa yang akan mereka ambil. Melatih memecahkan solusi adalah suatu upaya untuk melatih mendidik keluarga sehat mental. 

Cara lainnya yakni dengan cara berorganisasi. Terkadang kita dihadapkan dengan isi kepala yang berbeda-beda. 

Perbedaan ini yang terjadi dalam tubuh organisasi, kantor atau juga lingkungan terkadang dapat membuat saling sikut atau tidak sejalan. Rupanya hal itu juga melatih mental dan dapat mengasah mental lebih kuat. Dihadapkan dengan orang yang heterogen, kita pun bisa berada dalam situasi tidak nyaman. Apa kita bisa bertahan atau lari?

Setelah selesai berorganisasi, bahkan ketika sudah menjadi unit terbaru dalam keluarga, misal kita telah berkeluarga, dalam kehidupan masyarakat, kita pun bisa bertemu dengan segala macam watak dan permasalahan yang berbeda-beda. 

Baca juga: Ngobrol Berdaya: Menggalang Sumber Daya untuk Membuat Perubahan di Sekitar

Penentangan dari organisasi seringkali tuntutan dari kanan-kiri kepada kita angkatan yang sedang menjabat. Tekanan itu kalau tidak disikapi baik, kita bisa kena mental. 

Orang lain mungkin menanggapinya "Ah ... baper!" padahal kita sedang mencoba bangkit dari keterpurukan.

Kritik yang sampai kepada kita seringkali menjebak dan membuat kita malas lagi untuk mulai melangkah. 

Tapi jika dapat pikir-pikir lagi, justru kritik membuat kita kuat. Kritik tidak membuat kita berhenti melangkah. Jikalau kritik bisa membuatku lebih baik, dan untuk perubahan lebih baik, mengapa kita harus marah?

Masalah Mental: Peka terhadap Perubahan yang Terjadi pada Anak  

mental health

Dari Buku Petunjuk Merawat Kesehatan Mental Remaja yang ditulis Indri Utami Sumaryanti, S.Psi, M.Psi, Psikolog menyatakan bahwa terdapat 7 tanda remaja memiliki gejala permasalahan kesehatan mental, meliputi: tidur yang kurang berkualitas, nafsu makan berkurang, ketidaknyamanan fisik atau keluhan sakit fisik, berkurangnya konsentrasi atau perhatian mudah teralihkan, kecemasan, stress yang berkepanjangan, dan mengurung diri/menutup relasi sosial seperti diantaranya tidak mau bertemu dengan orang lain, atau memutus jaringan teman. 

Jika sudah menarik diri dari lingkungan, hal tersebut harus diwaspadai. Keluarga dapat mengajak dialog dan menemaninya jangan sendirian. 

Orang tua dalam hal ini juga harus peka melihat kebiasaan anak-anaknya. Misalnya terbiasa tidur cepat, ini tidur lebih lama karena begadang. Bisa jadi hal itu terjadi karena ada perubahan psikologis dalam dirinya, dan sebagai Ayah dan Ibu, penting untuk bisa mengkomunikasikan dan bertanya tentang perubahan atau ada hal yang mungkin disembunyikan tapi tidak diketahui oleh Ayah atau Ibu. 

Jika lama-lama ada pembiaran dan orang tua tidak tahu bagaimana keseharian aktivitas anaknya, kuatirnya hal itu akan membuat masalah mental yang serius. 

Orang-orang seperti ini harus mendapat penanganan yang tepat, jangan sampai terlambat dalam menanganinya. 

Terkadang penyakit fisik yang terjadi, berasal dari emosi atau mental yang sedang dialami. Orang yang terkena penyakit mental biasanya fisiknya akan kena. 

"90% penyakit fisik diawali oleh penyakit psikis.” (Dr. Dandi Birdy, psikolog)

Maka penanganannya pasien atau orang yang terkena penyakit mental dapat dibantu oleh psikolog untuk membantu mentalnya yang drop. 

Baca juga: Tentang Meluapkan Emosi Marah, Stress dan Membuang Depresi

Baca juga: Ayah Bang Imad Mendidik Imad Kecil

Selain itu, keluarga juga punya peran penting dalam proses mendukung dalam proses penyembuhan anggota keluarga yang terkena penyakit mental. Tidak perlu kuatir karena tenaga Kesehatan mental sudah ada dari mulai puskesmas, Rumah sakit, dan professional yang membuka praktek secara mandiri. 

Bentuk dukungan yang dapat diberikan oleh orang tua, yakni mengantar anak yang mengalami masalah mental pergi ke tempat terapi, bertemu dengan tenaga profesional. Bahkan orang tua terlibat mengikuti saran saran yang diberikan oleh profesional dalam memperlakukan remaja dengan permasalahan mental yang dialami.

Jika peran Ayah sebagai pemimpin dalam keluarga biasanya disibukkan dalam mencari nafkah, kini peran Ayah pun bukan hanya untuk itu. Akan tetapi kehadiran seorang Ayah lebih dari itu penting sebagai pengayom keluarga, dan juga mampu mendengarkan anak dan menjadi teman anak. Kebutuhan anak juga secara emosi mendapat perhatian dari seorang Ayah. 

Ada sebuah cerita, pengalaman saat anak di sebuah sekolah melaksanakan kemping dan guru bertanya, "Apa kesan terhadap Ayah kalian?" Ada anak yang tidak mampu menuliskan apa-apa karena kenangan dengan Ayahnya tidak ada. Jangan sampai anak kehilangan sosok peran seorang Ayah. Jangan sampai kehadiran Ayah hanya sebatas fisik, tapi tidak mendidik anak dan keluarga yang esensinya lebih penting.  

Anak yang tumbuh dalam keluarga yang sehat mental juga memerlukan motivator yang dapat membuatnya bangkit setelah terpuruk. Misalnya ketika tidak mendapat nilai yang bagus, ketika kalah dalam bertanding, atau putus asa karena tidak sesuai harapan, motivator bernama Ayah dapat memberikan semangat dan memberi penghiburan untuk anak sehingga anak dapat bangkit lagi dan tidak menyerah. 

Pengungkapan rasa rindu, rasa empati kepada anak juga dapat dilakukan oleh Ayah Ibu ketika melihat anak sedih atau marah. Orang tua bisa memberikan ruang pada anak untuk marah, jangan sampai dipendam karena hal itu tidak baik. 

“Boleh marah sebentar saja, nanti kalau sudah coba ambil wudhu untuk tidak marah,” misalkan. 

Atau mengalihkan marah dengan meminta anak menuliskan segala emosi yang ia alami dituangkan di dalam kertas, dan terus menulis sampai hatinya terasa plong. 

Memberikan kepercayaan pada anak, sehingga anak tumbuh mandiri dan percaya diri 

Saya berpikir jika seorang Ayah mendidik mental anak-anaknya, bahwa mereka tidak akan selalu dalam zona nyaman, mungkin anak-anak dapat bertahan di tengah kesulitan.

Terkadang anak-anak itu jangan dianggap sebagai anak-anak saja, akan tetapi dianggap sebagai partner, teman atau sahabat—karena itu sebenarnya tidak akan menjatuhkan wibawa seorang Ayah kalau dekat dengan anak.

Tentang PHK, jika Ayah melibatkan anak dalam bisnis Ayah, kemudian memperkenalkan memperluas jaringan anaknya dengan teman sejawat Ayahnya tentu hal itu bisa membuat anak merasa dibutuhkan. 

Meskipun nantinya ada kesulitan atau masalah, hal itu tidak menjadi masalah. Anak bisa juga diarahkan. Jika anak diberi kepercayaan oleh orang tua, ia akan menjadi mandiri dan tumbuh rasa percaya dirinya.

Tips Mendidik Keluarga Sehat Mental  

tips menjaga kesehatan mental

Punya mental yang sehat harus dilatih dengan menanggapi permasalahan yang ada dengan optimis dan dari kacamata positif. 

Dr. Aisah Dahlan memberi penjelasan bahwa ada tangga level emosi. Ketika seseorang bersedih, maka energinya sangat rendah. Kalau dia semangat energinya positif. 

“Yang bisa kita lakukan ketika turun tangga adalah kita naik. Karena ketika ada di level bawah jadi berbahaya. Kalau kelamaan di takut jadi ngaruh ke badan,” ungkap Dr. Aisah Dahlan. 

“Energi negatif setiap orang mungkin ada dan ada tahapan tangganya. Seperti orang marah, di bawah level marah itu adalah rakus, kemudian takut, sedih dan apatis. Kalau misalnya orang depresi agak susah naik tangganya. Ada obat untuk mengangkat hormonal ketika orang depresi.” 

Selain itu, menurut Dr. Aisah Dahlan bahwa tahapan tertinggi ketika seseorang itu ikhlas level emosinya adalah Semangat, Menerima dan Damai. 

Dari diri pasiennya sendiri juga harus mempunyai keinginan yang kuat untuk sembuh. Punya mental sehat dapat dibantu dengan :

1. Proses menerima segala ketentuan dari Allah 

Proses menerima takdir ini dapat membuat lebih lapang dada dan lebih menyehatkan jiwa ketimbang rasa sedih, putus asa karena keinginan kita tidak sesuai kenyataan. 

Hal apapun yang Allah takdirkan itu adalah baik. Jika kita menerima (acceptance) insyaAllah seluruh organ di dalam tubuh akan positif. 

2. Selalu optimis kepada Allah 

Permasalahan yang Allah hadirkan kepada kita, tidak lain adalah agar kita lulus ujian dan dapat naik tingkat untuk lebih mendewasakan kita. Kita harus selalu optimis bahwa Allah tidak akan memberikan masalah di luar kemampuan kita dan Allah akan selalu bersama kita. 

3. Agar semakin mendekat pada Allah 

Saat Allah menurunkan ujian pada kita, maka Allah ingin kita mendekat pada-Nya. Mungkin selama ini kira saat senang lupa pada Allah, lupa untuk memanjatkan doa-doa di malam kita. 

Kita dapat bersimpuh memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala diberi solusi dan ketenangan dalam menjalani permasalahan hidup dan dapat melaluinya dengan baik.

4. Memaafkan 

Saat kita sedang terjebak masalah, kita terima dan akui kalau kita sedang emosi. Kita pun tidak dilarang untuk self talk mencurahkan apa yang menjadi uneg-uneg kita, atau kita berdoa di penghujung malam agar lebih tenang.

Yang terpenting adalah sayangi diri sendiri. Ada trainer mengatakan bahwa, “Ada satu orang yang harus peduli dengan diri sendiri yaitu diri kita sendiri.” 

Punya perasaan memaafkan baik untuk kita agar kita tidak menumpuk emosi yang sewaktu-waktu akan meledak. Butterfly hug ini peluk diri kita sendiri dengan posisi tangan menyilang ke bahu. Hal ini bisa dipastikan akan membuat kita merasa nyaman dan menyayangi diri kita sendiri.

Segala sesuatu terjadi tidak berjalan seperti yang kita inginkan, maka kita dapat memakluminya. Tidak perlu memaksakan dan kita dapat menerima dengan sadar serta memaafkan. 

Keluarga yang sehat tentunya memiliki kriteria yang sehat secara mental, dan pastikan anggota keluarga telah terpenuhi hak-hak secara mental, selain kebutuhan lahiriahnya. 

Jadilah orang tua yang dapat mendidik keluarga sehat mental dan fisik. Pastikan menemani anak-anak dalam tumbuh kembangnya dan orang tua dapat menjadi pendengar setia untuk anak-anaknya. [] 


No comments