Review Novel: Please Look After Mom - Ibu Tercinta - Kyung Sook Shin

novel Ibu Tercinta Kyung Sook Shin

Novel yang menggugah tentang suami yang ditinggalkan kesepian, dan anak-anak yang belum sempat membaktikan diri untuk Ibunya—karena sebuah ketertinggalan di kereta.

*

Novel dengan alur lambat, bersetting tempat di Korea dan kota-kota sekitar, bercerita dari sudut pandang kau—anak laki-laki, kemudian kau—anak perempuan, dan kau—suami (Ayah). 

Mula awal cerita saya membaca buku, novel ini berjalan baik-baik saja, tentang kisah seorang suami istri yang berencana pergi ke kota Seoul untuk menemani anak-anaknya yang sudah beranjak besar. 

Setting waktu terjadi  pada tahun 2007.

Namun saat sang suami bergegas naik ke gerbong kereta bawah tanah dan mengira istrinya ada di belakangnya, tidak ada. Ibu yang buta peta dan navigasi seperti kota Seoul, apalagi yang baru ia kunjungi tentu membuat anak-anak panik. 

Bab pertama Novel “Please Look After Mom” (Ibu Tercinta) oleh Kyung Sook Shin ditulis dengan sudut pandang anak-anak yang merasa bingung atas hilangnya Ibu. Mereka berencana memposting dan hendak membuat pengumuman tetang Ibu yang hilang dan hendak memberikan hadiah lima juta won bagi yang berhasil menemukan.

Seluruh keluarga berkumpul di rumah Hyong chol, kakak lelakimu yang sulung untuk bertukar pikiran. (hlm 1) 

Kalian semua saling menyalahkan atas hilangnya Ibu, dan kalian semua merasa terluka. (hlm 15)

Sudut pandang kau –orang ketiga menambah semakin kayanya informasi yang bisa pembaca dapatkan. Saat membaca buku terbitan Gramedia ini, buku ini merupakan buku cetakan ke-5 Februari 2020, buku yang langsung mencuri perhatian masyarakat Indonesia karena isinya yang mengetuk-ngetuk pintu hati, menggugah, serta hati merasa terobek juga. 

Bila di awal saya menceritakan bahwa tidak ada yang salah dengan sosok Ibu yang hilang bernama Park So-nyo ini. Bahkan saya merasa sosok Bu Park So Nyo ini adalah sosok yang sempurna karena bisa melakukan banyak hal memasak aneka macam makanan. Hanya faktor masalah tidak tahu jalan saja, namun di tengah perjalanan membaca buku ini saja merasa tokoh “Ibu” ini ada yang salah, dan belum kunjung diketemukan. 

Hampir-hampir dibuat putus asa saat membaca 293 halaman ini karena perjuangan Hyong-chol dan adik-adiknya tidak juga membuahkan hasil. Mereka tak jua menemukan Ibunya. Bahkan sampai akhir halaman hal yang miris. Benar rasanya hati merasa terpotek. 

Dari novel “Ibu Tercinta” ini saya dapat potongan-potongan penyesalan sang anak tentang perlakuan  mereka kepada Ibu, dan penyesalan suami.

Mereka dikepung kenangan bersama Ibunya. 

Cerita yang meloncat kemana-mana dari Bibi, Adik, Kakak, Adik ipar, dan lain-lain. Dan saya bisa menyimpulkan bahwa berbagai lintasan pikiran atau kenangan bersama Ibu bisa menjadi buku dan ide tulisan.

Terkadang kalau kita dewasa atau menikah, kita lupa menempatkan diri sebagai anak seperti dulu. Perasaan atau tanda tanya anak tentang, “Kenapa Ibu ingin tahu?” Kau berujar dingin. Karena Ibu tak punya wewenang lagi untuk memarahimu. (hlm 145) 

Kapan terakhir kali kau menceritakan tentang pengalaman-pengalamanmu kepada Ibumu?

Di suatu titik, percakapan-percakapan antara kau dan Ibu menjadi seperlunya saja. Bahkan itu pun tidak dilakukan secara langsung, melainkan melalui telepon. (hlm 45-46)

Perjuangan Ibu untuk menyekolahkan anaknya dengan menjual cincin. Hal-hal “gila” yang dilakukan Ibu sebab suaminya bersikap cuek karena anaknya harus mendaftar SMP, namun suaminya malah pergi.

Ia melempar meja, membuka dan membanting pintu ruang sepen sampai tertutup, lalu merengutkan semua jemuran, mengacak-acaknya dan melemparkannya ke tanah. Bahkan kalau dapur sudah terasa seperti penjara, ibu keluar ke belakang dan mengambil tutup stoples yang paling jelek, lalu melemparkan sekeras mungkin ke tembok (hlm 75)

Lalu saya berfikir mungkin saat itu belum ada delivery order seperti sekarang seorang Ibu jika sudah jenuh atau bosan di dapur, bisa pesan jadi. Tapi saya tau perasaan itu, dan semua Ibu juga pernah merasakannya jadi wajar saja kadang kalau Ibu malas di dapur. Suami bisa lebih peka atau mengajak makan istri di luar. Terlebih dalam novel ini dikisahkan Ibu memiliki banyak yakni 6 anak.

Oleh salah seorang anak, Sang Ibu pernah ditanya apa bosan memasak terus, ,maka dijawab Ibu masalahnya bukan aku suka atau tidak suka berada di dapur. 

“Kalau aku menanak nasi sepanci besar dan membuat sup di panci yang lebih kecil, aku tidak memikirkan betapa capeknya aku. Aku hanya merasa senang karena semua makanan itu untuk mengenyangkan anak-anakku. Yah, barangkali kau tidak bisa membayangkannya, tapi pada masa itu kita selalu cemas kalau-kalau kita kehabisan makanan. Kita semua seperti itu.”

Dengan tersenyum ibumu mengatakan bahwa masa-masa itu adalah yang paling membahagiakan dalam hidupnya. (hlm 76) 

Perjuangan anak mencari Ibu teknik matketing dipakai disini, “Ini Ibu kami—tolong dilihat dulu sebelum membuangnya.” Rupa-rupanya lebih efektif kalau membagikan selebaran sambil berbicara dengan suara keras, seperti yang dilakukan adiknya ini. Orang-orang tidak langsung membuang selebaran yang diberikannya seperti kalau dia yang membagikan. (hlm 82)

Baik anak maupun suami merasa menyesal, sedang apakah aku sewaktu Ibu tertinggal di peron stasiun kereta api bawah tanah yang asing baginya, setelah gagal naik kereta api berama Ayah? 

Hyong-chol merasa sedih karena ia sering berjanji pada dirinya untuk membahagiakan Ibu tapi belum (juga) sempat diwujudkan. Tapi kesempatan itu telah hilang darinya. 

Dalam novel ini saya bisa merasakan ketidakadilan Ibu pada Hyong-chol yang bercita-cita menjadi jaksa dan “diistimewakan” daripada adik-adiknya.

Aku akan membeli rumah di Kota. Dengan begitu, aka nada kamar untuk Ibu, supaya Ibu bisa tidur dengan nyaman. (hlm 133)

Ibu butuh didengarkan

Saat istrinya hilang, sang suami pulang tidak makan apa-apa dan tidur seperti orang mati. Kenangan saat bersama istrinya, ia ingat.

Istrinya pernah memohon jangan hidup lebih lama dari aku, karena kekhawatirannya, kelak tidak ada yang mengurus sang suami. Seperti kita tahu juga kalau istri ditinggal suami, perempuan bisa mengurus diri sendiri dan tetap hidup. Sebaliknya kalau suami ditinggal istri, ia jadi sengsara kalau hidup sendiri. Sang istri juga telah menyiapkan kain kafan untuk mereka. 

Penyesalan terbesar suami 

Penyesalannya ketika berjalan di depan istri –secara tidak langsung mengingatkan pada pembaca agar berjalan berjajar dengan istri: sulitkan berjalan sejajar dengan istri? 

Sejak kau bertemu dengannya waktu berumur dua puluh, istrimu sudah sering memintamu untuk berjalan lebih perlahan. Kenapa kau tidak pernah mau memelankan langkahhmu, padahal selama berpuluh tahun istrimu memintanya? Memang, kau berhenti dan menunggunya, tetapi kau tidak pernah melangkah di sampingnya sambil mengajaknya mengobrol, seperti yang dia inginkan –tak pernah satu kali pun. 

Sejak istrimu lenyap, hatimu seolah akan meledak setiap kali kau teringat langkahmu yang cepat.

Kau selalu berjalan di depan istrimu. Kadang-kadang kau berbelok tanpa menoleh ke belakang. Kalau istrimu memanggil-manggil dari jauh di belakang sana, kau menggerundel dan bertanya kenapa dia berjalan begitu lambat. Demikianlah lima puluh tahun berlalu. Waktu kau menunggunya, dia berhenti di sebelahmu, kedua pipinya merah, dan dengan tersenyum dia berkata, “Aku masih berharap kau berjalan agak lebih pelan. (hlm 173)

Sikap pengabaian suami ketika istri mencoba tidur sambil menahan sakit kepala dengan memejamkan mata. Dari sudut pandang orang ketiga: pokoknya kau tidak mau terlalu memikirkannya. (hlm 175)

Sebuah pengabaian yang menyedihkan. Mungkin ya istri ingin ditempatkan dengan “layak” diberi perhatian untuk ke dokter oleh suami. Sedang jika kau sakit “punggungku sakit” Kalau kau sakit, istrimu menyentuh keningmu dan menggosok-gosok perutmu, lalu pergi membeli obat di apotek dan membuatkan bubur kacang hijau. (hlm m176)

Intinya menjadikan atau memposisikan diri di posisi Istri atau suami. Kalau kita di posisi sedang sakit, apa yang kita harapkan dari orang lain? Bantuan berupa apa? Tentu ingin diurus. 

*

Suatu musibah tiba-tiba menimpa dan membuat Ibu seperti “gila” saat Kyun, adik ipar yang tidak bisa disekolahkan suami istri itu, ia pergi jauh dari rumah, 20 hari berlalu, Kyun pulang ke rumah, Kyun tergeletak di tempat pohon aprikot itu pernah berdiri. 

Tubuhnya menggeliat-geliat, dan mulutnya berbusa, lidahnya terjulur ke luar. 

Namun sebelum diusut sebab kematian Kyun, kakak perempuanmu menjerit-jerit pada istrimu bahwa ia membunuh. Istrimu memukul-mukul dada saking sedihnya. 

Terkadang setelah waktu berlalu, istrimu berceloteh tentang Kyun yang ingin bersekolah SMP, tapi tidak disekolahkan olehmu. Istrimu merasa sedih. Baru setelah istrimu hilang, barulah terpikir bahwa seharusnya dulu kau menyisihkan waktu sedikit untuk membicarakan Kyun dengan istrimu. Kyun masih tetap bersemayam di dalam hati istrimu yang kian kosong. Di tengah malam istrimu suka tiba-tiba berlari ke kamar mandi dan berjongkok di samping toilet. Kedua lengannya dijulurkan seperti hendak mendoronng sesuatu, dan dia menjerit-jerit, “Bukan aku, bukan aku!” Kalau kau bertanya apakah dia bermimpi buruk, dia hanya mengerjap-ngerjapkan mata dan menatap kosong padamu, seolah-olah lupa apa yang tadi dilakukannya. (hlm 198)

Berbagai macam “masalah” yang menimpa Ibu itu mungkin menjadikan Ibu tersesat dan tak tau jalan pulang atau memang gila sungguhan. 

Bahwa apoteker itu melihat bahwa ada perempuan tua tidur di dekat tong-tong sampah di depan kantin sebelah. Perempuan itu memakai sandal plastic biru. Kata si Apoteker, perempuan itu kelihatannya sudah berjalan lamasekali, sebab di kakinya ada luka dalam yang nyaris sampai ke tulang. Lukanya sudah terinfeksi berkali-kali, kondisinya sangat parah sehingga nyaris tak ada yang bisa dilakukan untuk mengobatinya. 

Sewaktu apoteker itu mengobati perempuan tua itu pun digambarkan jelas oleh penulisnya. 

“Kalau lukanya sudah separah itu, orang biasanya menjerit waktu sedang diobati, tapi dia sama sekali tidak bereaksi.”

Hal yang menyakitkan hati pun dijelaskan apoteker, “Dia sedang makan potongan-potongan sushi dari tong sampah. Pasti dia lapar sekali. Saya bilang padanya, saya akan mengambilkan makanan untuknya jadi sebaiknya sushi itu dibuang saja. Tapi dia tidak mau membuangnya, jadi saya ambil sushi itu dengan paksa dari tangannya dan saya buang. Saya minta dia masuk ke dalam toko. Dia duduk saja di situ, seolah-olah tidak mengerti perkataan saya.” (hlm 127)

Saya suka novel terjemahan ini karena buku ini kaya dengan diksi. Diksi seperti merobek perasaan, 

Seseorang teramat berharga saat ia kehilangan. Sebelum semua terlambat, berbuatlah yang terbaik untuk Ibu. Muliakan ia, jenguklah ia, bicaralah dengannya dan ceritakanlah apapun kepadanya karena Ibu akan senang mendengarnya. Hal yang tak bisa dibeli uang sekalipun. 

11 comments

  1. Bukunyan sedih banget, sampai permintaan si Istri yang meminta suaminya untuk tidak hidup lebih lama darinya

    Ya Allah, pikiranku jadi traveling juga nih. Bagaimanapun semua memang membutuhkan kehadiran istri dan ibu. Paling gak, dari baca sinopsis novel ini, aku harus membekali anak-anak untuk mandiri mengurus dirinya sendiri dan tentunya harus sudah surive mengerjakan apa yang menjadi tanggung jawabnya,

    ReplyDelete
  2. Ya Allah....aku seperti berkaca baca review ini mbaa
    Sebagaimana anak-ibu pd umumnya, aku juga punya banyaakkk love hate relationship dgn Ibunda

    Setelah beliau berpulang, rasanya nyeseelll bgt, blum bisa mendarmabaktikan yg terbaik utk beliau.

    ReplyDelete
  3. ini novelnya bagus sekali, mengajarkan kita banyak hal, paling suka bagian berjalan sejajar :) karena jaman sekarang sering banget ngeliat pasangan suami istri yang sibuk dnegan handphonenya masing-masing, bahkan di perjalanan sekalipun :(

    ReplyDelete
  4. Huuuuu, bacaan yang menguras perasaan yaa, bneran merobek-robek ini.
    Menghormati dan menghargai orang tersayang selama masih ada, agar tak menyesal dikemudian hari ya.

    ReplyDelete
  5. buku-buku korea itu punya sampul yang khas, yaa.. aku punya juga buku isinya ilustrasi dari ilustrator korea. isinya sih biasa saja, tapi desain sampul dan desain komiknya bagus

    ReplyDelete
  6. Saya baca review buku ini pelan-pelan sambil menghayati ceritanya, eh, tau-tau tulisannya udah selesai aja :)
    Memang ya, kadang orang merasa berartinya seseorang setelah kehilangan orang tersebut, hiks

    ReplyDelete
  7. hmm.. novel terjemahan dari pengaran asal Korea juga main banyak ya sekarang mba. Saya belumpernah baca.. masih menikmati karya penulis tanah air yang keren - keren jugaaa

    ReplyDelete
  8. Sedih sekali membacanya, kak..
    Aku sudah lama gak baca novel terjemahan. Pasti membayangkan keadaan keluarga yang seperti ini jadi teringat dengan diri sendiri. Apakah kita semua sudah memuliakan Ibu?

    ReplyDelete
  9. Aaah...bikin kangen ibu dan bener banget apa yang tertulis dalam buku ini. Sungguh ibu aka suka mendengar semua cerita kita, begitu ibu akan senang jika kita dengar ceritanya

    ReplyDelete
  10. Ini novel bagus banget, sedih, tapi inspiratif untuk mengajak pembacanya lebih mencintai dan memahami ibu ya. Karena kasih ibu itu sepanjang jalan, maka sudah seharusnya nih kita lebih perhatian ke Ibu

    ReplyDelete
  11. Ceritanya menarik sekali. Saya baca reviewnya aja campur adik perasaannya antara sedih, harus Haru tapi inspiratif juga

    ReplyDelete