RESENSI: SANG PEMUSAR GELOMBANG



Sri Al Hidayati


Judul : Sang Pemusar Gelombang
Penulis : M. Irfan Hidayatullah
Editor : Feri M. Syukur dan Topik Mulyana
Cetakan : I, Juli 2012
Penerbit : PT Grafindo Media Pratama
Tebal : 500 halaman
ISBN : 978-602-84-5895-5
Harga : Rp 62.000,00

“Ambillah. Ini adalah catatan abahmu. Semoga catatan ini bisa membantumu untuk menemukan kekuatan yang kau miliki agar dapat menggantikan posisi abahmu di sini. Hanya jangan terlalu sampai larut malam kau membacanya.”
Setelah Bah Daan pergi, Hasan membuka catatan itu. Ia kaget bukan main ketika membaca judul yang tertera di kolofon catatan itu; Semoga kelak kau bisa menjadi Pemusar Gelombang dan membuka jalan baru peradaban seperti Syaikh Hasan Al Banna.”
(halaman 171)

 
 MEMBACA buku ini mengenalkan, atau bagi yang sudah mengenalnya - menyegarkan ingatan, kepada Imam Syahid Hasan Al Banna. Menariknya, novel ini justru tidak mengambil latar utama di Mesir, tempat tokoh pendiri Ikhwanul Muslimin tersebut berdomisili. Dengan latar cerita di Indonesia, keempat tokoh sentral di novel ini tersimpul satu sama lain karena tertarik pada sebuah pemikiran yang sama, yakni sebuah perubahan besar yang diusung oleh Syaikh Hasan Al Banna.

Adalah Randy, seorang mahasiswa yang tumbuh dari latar keluarga kaya. Saat masuk ke dunia kuliah, ia mulai tertarik dengan pemikiran islam dan ikut berdakwah di medan kampus. Layaknya seorang aktivis, ia memiliki sederetan agenda yang harus dikerjakan, dari mulai mementor binaan sampai rapat untuk Aksi Zaitun.

Kemudian Hasan, seseorang yang sedang mencari dirinya. Ia memiliki nama yang sama dengan Imam Syahid Hasan Al Banna. Sebuah misteri yang ingin ia pecahkan yaitu: apa maksud nama yang disematkan kepadanya?

Lalu ada Cikal, vokalis band ternama “The Soul” yang merasa kering jiwanya. Meski kekayaan telah dimilikinya, namun ia masih merasa ada sesuatu yang kurang dari dirinya. Ia mencari sekerat harapan pada seorang perempuan yang ia panggil Najwa.

Terakhir ialah Maryam, seorang aktivis akhwat, sekampus dengan Randy dan Cikal. Maryam adalah sosok akhwat yang patut dijadikan teladan karena mengisi waktunya dengan beribadah, mengajar anak-anak mengaji serta memedulikan masalah kawan-kawannya, tentu sambil tetap menjalani perkuliahan.

Empat orang yang diceritakan: Cikal, Randy, Hasan dan Maryam memberikan semangat baru untuk melangkah di jalan dakwah. Mereka bersama-sama dalam Aksi Zaitun. Empat tokoh inilah yang menjadi simbol perubahan dalam Sang Pemusar Gelombang.

Dengan bahasa yang mudah dicerna, novel ini menjadi bacaan yang memperkaya inspirasi serta membentuk karakteristik pembacanya. Apalagi M. Irfan Hidayatullah sangat apik dalam membuat suspen, sehingga mengaduk-aduk perasaan pembaca. Cerita dalam novel ini berjalan lambat karena sudut pandang pada saat Aksi Zaitun dicitrakan dari sudut pandang tiga tokoh, yakni Cikal, Randy dan Hasan.

Sang Pemusar Gelombang merupakan novel pemikiran Islam, layaknya novel KEMI karya Ustadz Adian Husaini yang membalas pemikiran liberal. Namun, novel Sang Pemusar Gelombang lebih unggul dalam hal luasnya penggambaran tentang pemikiran islam, khususnya tarbiyah.

Sayangnya saat membaca novel ini, cerita seakan belum selesai di halaman terakhir. M. Irfan Hidayatullah mungkin secara sengaja ingin membuat rasa penasaran kepada pembaca tentang bagaimana akhir kisah Randy, Hasan, Maryam dan Cikal? Mungkin akan ada yang bertanya bagaimana dengan kelanjutan cerita Hasan atau Cikal?

Membaca buku ini tak lepas dari buku-buku karya Imam Hasan Al Banna, seperti Memoar Hasan Al Banna sampai Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, maka kita akan menemukan kronologis dan secara sistematis kumpulan surat, makalah dan transkrip pidato yang pernah disampaikan oleh Imam Hasan Al Banna sepanjang hayatnya di medan dakwah dan jihad.

Novel ini merupakan salah satu turunan dari buah pemikiran Sang Pemusar Gelombang: Imam Hasan Al Banna, yang dapat menjadikan langkah pembaca semakin mantap untuk meyakini bahwa apapun profesi atau bidang keilmuan kita, sejatinya kita semua berperan sebagai dai. Cikal berperan sebagai dai dengan perubahan dirinya dan lagunya, Randy berdakwah dengan seabrek kegiatan kampus dan binaannya, Maryam menyeru kepada kebaikan dengan kegiatan kampus dan adik-adik kecil di masjid dekat asramanya. Sedangkan Hasan adalah dai yang sedang mencari kebenaran itu sendiri, yang membuktikan bahwa Allah akan membuka jalan-Nya saat ia bersungguh-sungguh menjemput hidayah. Buku yang sangat layak dikonsumsi. Selamat membaca!

Bandung, 7 November 2012

No comments