Resensi Buku: Kabut Negeri Si Dali - A.A Navis

Membaca buku A.A Navis

Membaca buku Kumpulan Cerpen “Kabut Negeri Si Dali” ini saya senyum-senyum sendiri. Banyak cerita yang menghibur. Kumpulan cerpen ringan ada 15 cerita dalam buku ini. Dengan penuturan ringan, namun penuh makna membuat saya betah membacanya. 


Saat membaca buku ini, kita dibawa ke masa lalu Indonesia yang hidup dengan latar sejarah politik dan perang mulai dari zaman pendudukan Jepang sampai Orde Baru. 

Banyak diksi baru yang saya dapat seperti bren, gundar sepatu, dan lain-lain. 

Ada tokoh Dali dalam cerpen A.A Navis membuat saya tergelak sekaligus tertawa, cerita yang dibawakan dengan kocak, namun juga serius. Rekomendasi dan jempol dua untuk penulis buku ini. 

Saya juga pernah membaca buku A.A Navis yang lain yakni Novel Kemarau. 

Baca juga: Dimuat di Koran, Beragama, Berikhtiar, Bekerja Keras dalam Novel Kemarau A.A Navis

Dali digambarkan sosok penakut, nyali tinggi tapi kocak. 


buku kumpulan cerpen Kabut Negeri Si Dali karya A.A Navis

Cerita yang ada dalam buku lebih banyak bercerita tentang tentara yang menjaga keamanan Negara bertugas di tempat yang terduga, jauh dari istri, dan kisah-kisah di baliknya untuk menikah lagi. 

Ada Juki gemar kawin, Si Montok yang jadi primadona janda yang menikah dengan Kapten dan ingin memamerkan anak mereka ke kota, namun istri Mayor naik pitam. 

Celakanya, Si Montok menemui mayor di rumahnya. Tentu saja istri mayor naik pitam ketika mendengar bahwa bayi itu adalah anak suaminya yang dilahirkan si Montok. Diambilnya pistol yang tergantung di dinding kamar tidur. Diledakkannya. Pelurunya bersarang di lengan kanan mayor. 

Ketika di rumah sakit, lengan itu dipotong. Karena lengan itu pontong, mayor itu pensiun. 

Kedua perempuan itu sama menyesal di kediaman masing-masing. Istri mayor menyesal karena telah meledakkan pistol suaminya. Si Montok menyesal karena membawa bayi kebanggaannya. Si Mayor menyesali nasibnya sendiri. 

Namun, tidak diketahui apakah pistol itu pun ikut menyesal karena selama perang tidak pernah melukai musuh, tetapi sehabis perang melukai pemiliknya sendiri. Tentu saja begitu, karena pistol itu memang tidak punya perasaan. (hlm 5) 

Karakter Dali suka ngomong sendiri, "Kuatkan hatimu sedikit lagi. Kalau kau sampai kemalaman di rimba ini, semua orang menyangka kau sudah mati. Itu masih baik. Kalau disangka kau ditawan musuh? Ah, itu masih baik. Tapi kalau disangka membelot? katanya pada dirinya sendiri. 

Dalam tulisan "Si Bangkak" diawali dengan cerita ketidak sengajaan Bangkak yang sedang membersihkan pistol berpeluru dan malah meledak ketika sedang dibersihkan dan saat itu pula istri mayor kebetulan lewat di halaman. 

Namun di tengah cerpen A.A Navis tersebut diceritakan bagaimana perasaan Si Bangkak yang tersiksa harus memijat perempuan yang mulus kulitnya, karena disuruh Mayor Udin yang sedang pusing mendengar keluhan istrinya sedang ia asik main ceki. Akhirnya ia tak kuat menahan godaan, tapi tak disangka A.A Navis ini menyelipkan pergolakan batin sehingga malah ending yang di luar dugaan. 

"Justru karena bodohnya itulah dia sampai mampu melakukan apa yang tidak mungkin dilakukan oleh laki-laki lain, jika disuruh memijat perempuan muda yang mulus kulitnya. Karena bodohnya itulah dia membunuh setan di kepalanya dengan menembak istri seorang mayor." (hlm 10) 

Dalam cerpen "Perempuan Itu Bernama Lari” diceritakan Lara yang tak suka dengan suaminya yang senang dengan anak Jawi kemudian mendekati Dali, atau cerpen “Zaim yang Penyair ke Istana” yang ingin memakai batik ke Istana dan meminjam uang pada kawannya. Ada juga “Inyik Lunak si Tukang Lanang”, dan kisah Nuan yang cemburu kepada Wati yang berselingkuh dengan saudara kembarnya Nain. Juga ada istilah yang bagus-bagus misal Sastrawan muda yang dipelopori Haris dan Neli, tidak baca-baca puisi, tidak lagi melakukan wirid diskusi mingguan. []

Deskripsi Buku 

Judul:  Kabut Negeri Si Dali 

Penulis: A.A Navis

Cetakan: I, Juli 2018

Penerbit: : PT Grasindo 

Tebal: 131 halaman 

ISBN: 978-602-050-355-4

No comments