Perempuan Teh dan Fotografer Penyuka Kopi, Review Novel Bersetia Benny Arnas


Saya dan novel Bersetia

“Ya, iya bukan hanya merindukan teh buatan Embun, tapi juga bunyi adukannya, cara ia menyajikannya dan waktu dan cara minumnya yang Embun ajarkan lewat buku-buku tehnya.”

Teh dan kopi, hal yang tak lepas dibicarakan di buku ini. Selain garis besar kisah percintaan Embun dan Brins, terdapat kisah cinta pelengkap yakni Cece Po, induk semang Embun dan kenangan beserta almarhum suaminya, serta Om Sel beserta kenangan bersama istrinya yang belum ditemukan.

Maka, mengangkat tema Cinta merupakan hal yang sudah lumrah, namun ada saja keseruan di dalamnya karena penulis yang mampu meraciknya dengan indah.

Baca juga: Review Jatuh Dari Cinta Benny Arnas

Di antara kesibukan para pemilik lapak dan pramuniaga mempersiapkan barang dagangannya, perantau-perantau asal Padang membawa beberapa buntil pakaian yang siap  digelar di tengah pasar. Menjelang Dhuha, mereka akan menjajakan dagangan dengan cara yang khas: meneriakkan harga dengan nada tinggi dalam dialek Minang yang kental. 

Di salah satu sudut pasar, seorang gadis dengan tinggi 165 cm, kulit cokelat muda, hidungmancung, bibir tipis, dagu lekuk buah mangga, dan rambut sedada yang selalu diikat karet gelang, tengah menata kain-kain batik dalam kelompoknya masing-masing –baik berdasarkan daerah asal batik, maupun berdasarkan cara membatik. Embun, demikian orang-orang memanggil gadis 23 tahun yang selalu mengenakan baju kaos oblong dan rok katun sebatas mata kaki itu. (hlm 2)

Pertemuan Embun dan Brins yakni di pasar ini, hingga keduanya memutuskan menikah. Awalnya saya berpikir mungkin ini akan seperti cerita drama-drama di televisi yakni fotografi yang dikelilingi model-model yang cantik dan glamour, tapi lebih memilih menikah dengan ‘wanita biasa-biasa saja’.

Awalnya di tengah-tengah cerita pernikahan Embun dan Brins akan menikah, saya kira saya kecewa karena ini seperti kisah biasa saja. Sempat kaget dan merasa baper saat Embun dan Brins melewati masa-masa pengantin barunya. -Tepatnya merasa jadi galau. Bagi yang belum nikah, kalau baca bagian ini. Dijamin baper. Kalau ngga kuat, mending ngga usah baca. Wkwkwk

Dapet buku plus tanda tangan penulisnya

senangnya.. alhamdulillah 😊

Namun setelah berhari-hari kemudian teralihkan dengan kesibukan harian, saya baca lagi, dan saya terkejut, mulai terjadi perubahan dan suspens muncul. Saya menemukan kehebatan penulisnya di buku setebal 604 halaman ini.

Tali benang antara Embun dan Brins adalah sama-sama yatim piatu, dan memiliki ingatan inner child yang cukup menyakitkan. Embun tumbuh dari keluarga broken home. Ayah tukang ojeg yang lebih sering mabuk, ibunya sering bertengkar dengan suaminya, Pak Pical.

Cece Po sering menyesap teh seduhan Embun. Cece Po selalu terngiang Gungun. Cece Po merasa senang jika suaminya bisa melihat Embun, yang meski bukan anaknya tapi adalah seorang Perempuan Teh.  Akhirnya di tahun keenam, setelah Embun ikut dengan Cece Po, Cece Po mewariskan buku-buku koleksinya yang tak lain adalah kitab-kitab teh. Benny Arnas dalam novelnya membahas A-Z tentang teh.

Brins tumbuh dari orang tua broken home. Ayah Ibunya berpisah sejak Brins kecil. Brins tidak tahu bagaimana membayar kerinduannya terhadap sosok Ayah. Bertemu pun tidak pernah. Ayahnya asli keturunan Belanda juga telah terlebih dulu berperan sebagai fotografer.

Tapi kemudian keduanya seperti mendapat ‘orang tua’ baru yakni Cece Po dan Om Sel.
Di buku diceritakan Om Sel menjadi saksi kalau Brins bukanlah seorang yang rajin beribadah. Tapi Om Sel merasa kagum karena Brins dapat bertahan di dunia fotografi, tidak lebur ketika berbaur dengan dunianya yang rentan.

Bahkan diceritakan Brins sering merasa malu pada Embun setelah menikah yang lebih rajin beribadah dibandingkan dirinya.

Om Sel memiliki Cofee Cofee yang mempertemukannya dengan Brins. Di akhir akan diceritakan juga tentang akhir pencariannya tentang istri dan anaknya.

Pagi yang masih belia adalah potongan waktu yang paling mempesona
Jika Seno Gumira Ajidarma mengajak kita menikmati senja dan mencintai senja, maka di buku ini, Po Le Xia yang dikenal sebagai Cece Po menganggap “Terbitnya matahari adalah waktu terkhidmat untuk mensyukuri nikmat. Ia bahkan menganggap pagi yang masih belia sebagai potongan waktu yang paling mempesona.”

Benny Arnas lewat tokoh Cece Po memenafikan bahwa senja paling indah, “Lihatlah! Di jalan raya dan pasar, senja adalah waktu bagi bencana, musibah, dan kecelakaan menunjukkan belangnya. Pada waktu senja, kemacetan kerap mencapai puncaknya. Jalan raya adalah arena umbar umpatan yang paling ramai. Pun di pasar, transaksi kadang mencapai puncak keriuhan di waktu petang. Maka, kebohongan demi kebohongan pun meluncur dari mulut pedagang dan penawar demi mencapai kata mufakat.” (halaman 49)

Perubahan drastis Embun 
Badai rumah tangga Brins dimulai. Banyak pesan masuk dari perempuan-perempuan cantik yang menjadi modelnya. Sering Embun merasa tersulut emosi dengan kelakuan teman-teman Brins. Puncaknya Embun minggat atau kabur karena melihat Brins berselingkuh. Ia menyerahkan nasib untuk menerbangkannya ke mana saja.

Dalam buku juga diceritakan lokalitas dari Lubuk linggau, tempat pelarian Embun.

Lubuklinggau adalah kota transit. Bahkan sejak beberapa tahun belakangan, bandara di Lubuklinggau sudah beroperasi. Lubuklinggau sangat popular di Sumatra terutama bagi mereka yang kerap melakukan perjalanan darat sepanjang Lampung-Aceh. Memang, bagi orang-orang non-Sumatra yang tak pernah bepergian ke Sumatra, nama Lubuklinggau terdengar asing. 
Walaupun begitu, Lubuklinggau ternyata kota yang tidak melupakan identitas lokalnya. Paling tidak, dalam perjalanan kemarin, Embun dikenalkan Sarah pada beberapa pasar tradisional, seperti Pasarikan, Pasarpucuk, dan Pasarsatelit. (hlm 392) 

Ada juga keterikatan penulis dengan Lubuklinggau karena Bang Benny Arnas berasal dari Lubuklinggau.

Dalam kesadarannya, Embun pingsan tengah malam. Brins datang, menjemputnya. Entah khayalannya saja. Dalam tulisannya, terlihat perubahan sikap Embun yang tertekan.
Brins yang berburu mencari sang istri yang tak kunjung ditemukan. Sementara Embun sering merasa melihat Brins datang dan menyiapkan segala macam rupa, dari teh lemon susu, roti bakar dan sebagainya.

Sering Sarah, teman perjalanan Embun saat di Kereta Api, kemudian tinggal di rumah Bi Na, ibu Sarah, menjadi ketakutan karena perubahan sikap Embun yang aneh.

Bagaimana kisah akhirnya?
Embun kerap mengeluh, kepala bagian belakangnya sakit. Bila rasa sakit itu mencapai puncaknya, ia akan menceracau, mengungkapkan semua hal, terutama kekesalan-kekesalan yang menggumpal di masa lalunya.

Benny Arnas pandai memainkan emosi pembaca, bahkan pada akhir cerita yang menggantung, yang bisa kita ketahui asbab dari sebab Ratna jatuh kepalanya membentur tersebut -masa lalu Embun yang tidak diketahui oleh Brins. Selamat membaca!

Judul: Bersetia
Penulis: Benny Arnas
Cetakan: Pertama, April 2014
Penerbit: Qanita Mizan
Tebal: 604 halaman
ISBN: 978-602-1637-25-8

2 comments

  1. Alhamdulillah saya suka review2 anda mbak..., sangat berguna bagi pembaca

    ReplyDelete