3 Pilar FLP: Apa Semua Anggota FLP Rutin Menulis?


Apakah semua anggota FLP senang dan rutin menulis? 
Jawabannya tidak. Terkadang ada yang senang ikut FLP karena senang kumpul (bertemu) dengan teman yang lainnya, dan ada pula yang senang dengan keorganisasian di dalamnya.

Apakah semua anggota FLP senang dan rutin menulis? 
Jawabannya ada juga. Ada juga yang lebih senang menggali ilmu, lebih senang menulis dibandingkan ikut terlibat dalam keorganisasiannya. Lebih memilih jalan sunyi dengan lebih banyak menulis, produktif menulis. Semakin kaya FLP dengan corak dan beragam karakter tentunya. Ada juga yang sudah hebat menulis dan tak (merasa) perlu berorganisasi. Itu pilihan masing-masing.

Apakah semua anggota FLP memakai jilbab?
Jawabannya tidak juga, karena FLP adalah komunitas menulis, maka ada juga yang bergabung dan tetap semangat meski belum memakai jilbab. Jadi bukan suatu keharusan anggota FLP apa harus memakai jilbab, tidak juga. Di FLP Bandung ada beberapa orang yang tak berhijab.

Nyaris sering terdengar pula istilah FLP adalah Forum Lingkar Perempuan karena didominasi oleh kaum perempuan.

Maka tak heran jika FLP memiliki 3 pilar ini. Bahkan mungkin tak semua tahu tentang 3 Pilar FLP ini, yakni Keislaman, Kepenulisan dan Keorganisasian.

Pada Sabtu lalu, 24 Maret bertempat di Pusdiklat Ikopin diadakan agenda Kelas Madya FLP Jabar. Kelas Taman Penulis FLP Jabar ini diisi oleh pemateri-pemateri yang mumpuni di bidangnya.

Mengenai 3 Pilar FLP diisi langsung oleh Ketua FLP Pusat periode 2017-2021 yaitu Mbak Afifah Afra.

Mbak Afra mengakui bahwa FLP merupakan gerakan literasi yang awam. Sedangkan Kang Irfan mengatakannya bahwa FLP sebuah gerakannya, namun belum dibarengi dengan kualitas karya-karya anggotanya. Maka penting di kelas Madya harus lebih mulai meningkat lagi dari segi bacaan dan mulai menulis sesuatu yang lebih 'rumit'.

3 Pilar FLP
Keislaman
Kepenulisan
Keorganisasian

Pada saat sesi tanya jawab, penanya bertanya:
Apakah novel fantasi termasuk melanggar kemusyrikan? 
Maka Mbak Afra menjawab bahwa tentu saja kemusyrikan itu adalah hal-hal yang sudah disepakati bersama, seperti bentuk-bentuk syirik. Maka novel fantasi itu bukan termasuk melanggar kemusyrikan karena penulis sedang membuat fiksi, sebuah cerita.

Penanya kedua bertanya
FLP itu corak keislamannya seperti apa? 
Maka Mbak Afra menjawab bahwa keislaman di FLP sebenarnya sudah mewarnai sendiri baik umum maupun mencakup semua. FLP bahkan menyatukan beberapa harokah, seperti NU di Jatim dan Wahdah di Sulawesi. Saat Munas kemarin pun bahkan anggota FLP ada yang bercadar, sehingga keislaman itu sudah mewarnai FLP itu sendiri.

"Kalau dipikir-pikir tentu kesamaan dalam Islam-nya jauh lebih banyak dibandingkan dengan perbedaannya. Sehingga corak islam itu adalah keislaman yang tidak bercorak," ujar Mbak Afra. "Islam yang dihidupkan adalah akhlaknya," tegas Mbak Afra.

Dan jikapun nantinya FLP dapat berklien dengan MUI, FLP bisa menjadi partner MUI.

Di FLP karena pilarnya keislaman, maka tak jarang unsur-unsur islam tentu cukup kental di dalamnya. Pembahasan karya-karya dari Ulama penulis ataupun penulis bernafas islam sering dibahas menambah khazanah kepenulisan.

Sejatinya FLP adalah sebuah forum untuk melejitkan potensi anggota-anggotanya, maka sudah lumrah jika anggotanya pun penting untuk selalu rutin dalam menulis dan mengirimkan karya-karyanya ke media massa dan menghasilkan sebuah karya dalam bentuk buku, misalnya. Semoga FLP tak kehilangan ruh dalam menulisnya. Selamat berkarya lewat tulisan!

No comments