Yuk, Jadi Marketer Bukumu Sendiri!

 

marketing buku sendiri

Dulu, saat penulis selesai menyelesaikan buku, tugasnya selesai karena bukunya akan dijual oleh tim marketing. Sekarang, tidak bisa seperti itu. Saat ini penulis dituntut juga untuk menjual bukunya sendiri. 

Lalu bagaimana memarket buku-buku sendiri? Kali ini saya akan memaparkan materi yang pernah saya dapatkan dari Mbak Dee, nama beken Rahmadiyanti Rusdi pegiat literasi dan termasuk senior di Forum Lingkar Pena. Ohya Mbak Dee ini senang travelling lho! Banyak negara yang sudah dijelajahi dan sampai saat ini telah menjelajah ke 55 negara. MasyaAllah, keren ya! 


Webinar: Yuk, Jadi Marketer Bukumu Sendiri!

Mbak Dee juga termasuk yang lama bekerja di dunia penerbitan. Mbak Dee pernah bekerja di Penerbit Noura sebagai Marketing Communication. Sebelumnya pernah di Penerbit LPPH juga menjadi Manager anak dan Remaja, dan pernah juga di Redaksi. Multitalent ya! Mbak Dee memang doyan baca. 

Sebagai prolog, Mbak Dee bercerita bahwa saat ini semua penerbit telah mengalami disrupsi. Disrupsi adalah perihal sesuatu yang tercerabut dari akarnya, mengjungkirbalikkan logika berpikir. 

Disrupsi begitu cepat; perubahan sangat cepat terlebih setelah kehadiran internet di berbagai lini. Sistem cetak dari mulai sistem POD, kemudian bacaan buku bukan membaca bukan cetak saja, namun sudah bertransformasi, orang-orang sudah mulai menyukai membaca dalam Platform Buku Elektronik. 

Platform menulis sendiri sekarang banyak, para penulis sudah mulai merambah menulis di Wattpad, Storial, Kwikku, Cabaca, KBM. Biasanya dari platform menulis pun kemudian dicetak menjadi buku jika tulisannya banyak pembaca. Dan karena sudah memiliki pasar pembaca sendiri, begitu mudah dalam memasarkannya.

Mbak Dee mengungkapkan bahwa jika dulu untuk mencari naskah.terbit, penerbit harus menunggu syarat-syarat untuk nunggu dari penulis baru. Sampai 10 tahun lalu di LPPH dan Noura sampai seperti itu. 

"Jika dulu editor akuisisi menjemput bola, mendatangi komunitas, mencari penulis, siapapun tokoh di berbagai bidang yang punya potensi bisa diterbitkan. Misalnya sekelas OSD akhirnya menerbitkan buku. OSD dibantu juga. Diterbitkan best seller, puluhan ribu.

Sebelum OSD, Radiya Dika jadi bintang iklan. Dulu kutukan 3000 eksemplar. Dulu ada entry barrier tidak semua bisa menerbitkan. Berbeda dengan penerbit indie publishing. Muncul POD (Print on Demand). Muncul juga PoD," ujar Mbak Dee.   

"Sampai akhirnya buku pun mulai dijual di Google books, play books, dan ada Platform menulis dalam 4-5 tahun terakhir semua berubah. Sekarang pilihannya: Change or die! Kamu habis ... kalau nggak bisa berubah. Jadi, kita harus berubah. Terlebih penerbit yang notabene termasuk dunia kreatif," tambah Mbak Dee lagi. 

Kemudian Mbak Dee menjelaskan bahwa ada seorang motivator marketing dengan modal 100 juta nyebar uang dari helikopter di jalan Rasuna Said dengan tujuan marketing bukunya. Tak menyangka dia mendapatkan penjualan buku yang banyak dengan aksinya tersebut. Dengan cara "tak biasa" ia mendapatkan 8 Milyar, dan 100 juta uang untuk penerbit. Buku "Marketing Revolution" milik Tung Desem Waringin laris 10.511 buku/ 10% bersih 800 juta. Biaya nyebar pakai heli 150 juta.

teknik memasarkan buku yang tak biasa oleh Tung Desem Waringin

Salah satu bentuk strategi pemasaran agar penjualan buku laris di pasaran. Jadi inget dulu pas kecil kalau liat pesawat, minta uang bener berarti ya hihi .... Kalau kita gimana ya kira-kira strategi memasarkan buku yang nggak biasa??? 

Mbak Dee mengungkapkan, "Kita harus open minded mencoba hal baru, meninggalkan yang lama. Jadi memulai sesuatu yang baru." 

Bahkan ada slogan: "Marketing is everything. Everything is Marketing."

Marketing adalah segalanya. Buku setelah dicetak, tidak akan jadi apa-apa kalau kita tidak Marketing. 

Mbak Dee lalu bercerita bahwa 7-8 tahun lalu Mizan Group bayar berapa bulan sekali atau setahun untuk khusus pemasaran buku. Di Republika biaya besar dibandingkan Kompas. Republika masih lebih murah.

Lalu bagaimana caranya memasarkan buku kita? 

1. Kenali audiens atau pembacamu 

tidak bisa memaksakan semua orang baca buku yang kita tulis

Saat memasarkan buku, pastikan kita mengenali audiens kita, sehingga buku yang sampai ke tangan pembaca merupakan orang yang tepat membaca buku kita. 

"Karena kayaknya jarang atau gak semua orang pasti baca buku kita. Pasti hanya sebagian atau segelintir saja, karena setiap orang berbeda genre yang disukai dan lain-lainnya. Seperti misalnya gak semua orang baca tema romance atau classic romance. Sekarang orang tertarik misalnya dengan romance kontemporer seperti yang ditulis Mbak Afra atau Mbak Sinta." ujar Mbak Dee.  

a. Mengenali dan memahami kelompok pembaca yang jadi target market. 

b. Bekal membuat konten marketing: right content to the right place.

Memahami kelompok baca yang jadi target market 

Konten yang tepat berada di tempat yang tepat, misalnya: steampunk, pyschollogical theater, faeries, knitting, leadership,  espionage, dragon, young-adult-historical-fiction, pirates, elizabeth history, time travel, clean romance, millitary history, baseball, holiday dan road trip 

Menurut survei, pembeli buku terbanyak adalah perempuan.

Baca juga: Novel Petualangan di Negeri Kabut 

c. Buat konten yang sesuai sasaran

Cara: 

  1. Survei di media sosial sendiri bagusnya 3 bulan sebelum  Kalau saya nerbitin buku ini kira-kira kamu mau gak beli buku saya? Seberapa persen itu pasti bermanfaat. 
  2. Bergabung ke dalam grup minat tertentu 
  3. Membuat grup minat tertentu (WA, FB, dan lain-lain) lebih baik lagi bersama penulis dengan genre yang sama 
  4. Interaksi 

2. Buat beragam konten 

Distribution is queen

Content is King. Who is queen?

Kita lihat sesuatu yang viral. Ternyata itu cuma konten!!!

Jenis-jenis konten: Foto, video, book trailler, meme, polling, kuis, infografis, quote, fake subtitle, vlog, cuplikan buku, review, graphic, giveaway, FAQ, interview, podcast, artikel, kulwap, webinar.

Penerbit besar gak pernah jualan hard selling, kita bisa coba dengan berjualan tidak dengan hard selling. 

Tiap hari posting. Tokoh A.

Penting:

  1. Buat konten yang engage
  2. Buat konten secara konsisten
  3. Konten yang variatif 
  4. Ukur efektivitas konten. Untuk mendapat awareness yang luas, engagement dan konvensi.

3. Channel Distribution 

Content is King, Distribution is Queen. 

Data is Good.

Content hub: landing page, product page, 

channel distribution: IG, FB, twitter, linkedln, twitter, blog, WA, WA grup, email 

ATM kekayaan intelektual yang terdiri dari: paten, hak cipta, merek, desain industri. 

4. Hal lain: 

Desain unik

Membuat konten untuk mendistribusikan konten buku kita

Bentuk grafis seperti ini lebih menarik

Bisa meningkatkan penjualan

  • Buat timeline 
  • Kuasai desain sederhana 
  • Konsisten dalam mendistribusikan konten 
  • Memintakan dukungan secara personal kepada sesama penulis, teman 
  • Buat PO (dapat bekerja sama dengan penerbit atau olshop) 
  • Iklan di media sosial (bila dirasa perlu) 
  • Spesifik : Membangun audience kita dan balik kembali kualitas karya kita 

Endorse dalam Sebuah Buku 

Dalam sesi pertanyaan, saya bertanya pada Mbak Dee tentang pentingkah sebuah Endorse?

Mbak Dee menjawab bahwa endorse bisa berpengaruh kepada sudut pandang pembeli dan bisa menimbang untuk membeli buku tersebut. Dan terkadang meminta endorse, tidak bisa 1 atau 2 bulan. Jadi begitu naskah sudah siap, kita bisa ajukan pada endorsement. Bisa disharing bagusnya jauh sebelum cetak waktunya. 

Saat meminta endorse pada penulis atau pakar, maka kita harus memberi spare waktu untuknya dan sering-sering mengingatkan. Seringnya detik-detik sebelum naik cetak, endorse baru ada.

*

Terima kasih Mbak Dee dan Forum Lingkar Pena yang telah membuat acara yang bagus seperti ini. Bagi saya seorang yang jarang promo buku, ini jadi lecutan tersendiri untuk mulai memarket buku saya. Semoga bermanfaat untuk pembaca. 

No comments